Setelahmembaca cerita tentang Kucing dalam sepatu bot di atas, dapatkan juga ulasan seputar unsur intrinsiknya yang telah kami siapkan di bawah ini. Mulai dari inti cerita dongengnya, tokoh-tokoh selain si Kucing dalam sepatu bot, latar lokasi yang disebutkan, alur jalannya cerita, dan pesan moral yang bisa didapatkan. 1. Tema
CeritaTentang Sepatu ginanelwan Monday, April 22, 2019 bicaraahati Saya menyukai sepatu, dibanding tas. Begitu berbeda dengan wanita pada umumnya. Kamu memakainya, kamu dan sepatu berwana merah muda. Tak begitu jelas warnanya apakah sama seperti yang aku kira, bisa berubah namun itu yang aku lihat dari hasil bias kamera.
SepasangSepatu jalan sendiri di lorong-lorong bangsal pada tengah malam, lewat langsung di depan kamar-kamar para Taruna/catar 3 bulan itu saya pernah di Akademi Militer,cerita tentang Taruna Merah sudah terkenal dari mulai tes pusat Akademi Militer. Cerita yang saya dengar dari teman 1 kompi saya, kebetulan dia jaga serambi malam.
Greatnesiaadalah wadah untuk berbagi cerita tentang alam, budaya indonesia, seni, kuliner, tradisi, pariwisata dan kehebatan Indonesia. Masuk Mengenal Sejarah Bendera Merah Putih. FOLLOW US. 589 Fans Suka. 26 Pengikut Mengikuti. 23 Pengikut TENTANG KAMI. Greatnesia adalah wadah untuk berbagi cerita tentang Ragam Adat, Alam, Budaya
Meskimenjadi orang nomor satu di Jakarta, Jokowi tetap tampil sederhana dan bersahaja. Kostum warna putih andalannya itu cuma Rp 40 ribu. Ia juga selalu memperbaiki sepatunya yang jebol.
apakah perbedaan antara seni patung dan seni pahat. Siapa yang suka membacakan dongeng untuk si Kecil? Yup, membacakan dongeng merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh orangtua dengan anak-anaknya untuk menghabiskan quality time tak hanya meningkatkan kedekatan, membacakan dongeng juga memiliki banyak manfaat penting untuk anak-anak. Mulai dari meningkatkan kosa kata, menambah wawasan, hingga mempelajari nilai moral kehidupan dengan cara yang satu dongeng yang paling sering diceritakan pada anak-anak adalah dongeng tentang kehidupan di kerajaan. Ingin membacakan si Kecil tentang dongeng kerajaan?Kali ini telah menyiapkan dongeng berjudul Putri Mia dan sepatu merah ajaib, yang bisa Mama ceritakan untuk anak menjelang tidur. Yuk bacakan!1. Hiduplah seorang raja dengan ketiga putrinya yang suka Tales and Stories for KidsDi sebuah kerajaan yang jauh, terdapat seorang raja yang tinggal dengan tiga anak perempuannya yang Raja sering mengadakan pesta karena ketiga putrinya suka putri perempuannya dapat menari dengan sangat baik. Namu putri bungsunya tidak bisa menari sebaik kakak-kakak perempuannya."Kamu bisa sedikit lebih anggun ketika kamu menari, Putri Mia" kata salah satu kakaknya. Sayangnya, Putri Mia tidak bisa menari dengan anggun, meskipun dia sangat para tamu di aula dansa melihat tariannya yang aneh, dan mengolok-oloknya."Tarian macam apa ini? Mengapa dia bergerak seperti itu?" kata para tamu kerajaan yang kata-kata dari para tamu, membuat Putri Mia bersedih."Aku tidak akan pernah menari lagi!" kata Putri Mia yang sangat marah, hingga membuatnya segera meninggalkan Putri Mia bertemu dengan seorang laki-laki yang pandai menari di tengah Tales and Stories for KidsPutri Mia kemudian pergi jauh ke tengah hutan dan mengunci dirinya di sebuah rumah kayu. Ia pun kemudian melihat bintang-bintang di langit, dan berpikir bagaimana menari dengan lama kemudian, ia melihat seorang pria muda melewati rumah kayu itu. Pria tersebut menari dengan anggun dan indah di bawah sinar bulan. Gerakan tariannya membuat Putri Mia terkagum-kagum dan mengintip dari sela-sela tidak berhati-hati, badan Putri Mia mendorong pintu hingga membuatnya terjatuh."Aaah!" teriak Putri Mia yang jatuh itu pun berhenti menari dan mata mereka bertemu."Apakah kau baik-baik saja tuan putri?" tanya pria itu."Ya, aku baik-baik saja," jawab Putri Mia sambil membersihkan kotoran tanah di Mia tidak bisa menahan diri dan bertanya kepada pria itu bagaimana dia bisa menari dengan sangat Pria tersebut ternyata adalah pembuat sepatu ajaib yang bisa mengabulkan Tales and Stories for KidsPria itu kemudian menunjukkan sepatu yang dia kenakan."Saya pembuat sepatu, saya menggunakan bahan berharga dan membuat sepatu dansa ajaib. Dengan cara itu saya bisa menari dengan bebas di hutan setiap malam," kata pria itu."Wah aku tidak percaya! Aku membutuhkan pembuat sepatu sepertimu untuk membuatku pandai menari" kata Putri Mia dengan sepatu itu kemudian mengeluarkan tiga pasang sepatu ajaib dari tasnya dan meletakkannya di depan Putri Mia."Tutup matamu tuan putri. Buat permintaan dan pilih salah satu dari tiga sepatu ajaib ini untuk keberuntunganmu. Tapi ingat, setiap sepatu memiliki satu aturan besar. Jika tidak mengikuti aturan itu, sepatu dapat melakukan sihir apa pun." kata pembuat Picks4. Putri Mia kemudian mengucapkan permintaannya dan memilih sepasang sepatu Tales and Stories for KidsPutri Mia segera menutup matanya erat -erat. Pembuat sepatu di sisi lain mengeluarkan tiga sepatu ajaib mana yang akan dipilih."Putri Mia, sekarang kau dapat mengucapkan permintaanmu dan memilih sepasang sepatu." kata pembuat sepatu."Oh tolong biarkan aku menjadi gadis penari paling anggun di pesta," kata Putri Mia sambil menunjuk pada sepatu berwarna merah cerah dengan Mia pun membuka matanya."Ambil ini milikmu sekarang. Tapi kau harus tahu aturannya. Tuan putri tidak boleh menggunakan sepatu ini untuk menari saat muncul bulan purnama. Jika melakukan sebaliknya, maka kau tidak bisa melepas sepatu ajaib ini lagi," ujar pembuat Mia dengan antusias mengambil sepatu ajaib itu dan pergi ke Saat menggunakan sepatu merah ajaibnya, Putri Mia dapat menari dengan anggun di aula Tales and Stories for KidsKedua kakaknya sangat terkejut melihat saudara perempuan mereka, Putri Mia, yang begitu bersemangat dan bahagia."Mia darimana saja kamu? dan itu apa yang ada di tanganmu?" tanya kakak sulungnya."umm...umm...bukan apa-apa hihi" jawab Putri Mia sambil memeluk sepatu hari kemudian, raja kembali mengundang raja dan ratu di kerajaan lainnya untuk berpesta di rumahnya. Para tamu pun kembali berkumpul di aula istana. Terlihat kedua kakaknya sangat anggun menari dengan gaun yang Mia kemudian mengenakan sepatu merah ajaib itu. Ia mulai menari dengan anggun di aula menari dengan sangat indah dan mengikuti irama lagu dengan sangat lembut. Penampilan Putri Mia membuat para tamu mengaguminya."Luar biasa, begitu anggun!" ucap para tamu."Wow! Dia menari dengan sangat indah" kata tamu Terlalu asyik menari membuat Putri Mia melupakan aturan sihir dari sepatu merah Tales and Stories for KidsTerlalu asyik menari membuat Putri Mia tidak melihat keadaan langit di luar istana. Ia mengira bahwa tidak akan terjadi bulan purnama pada saat itu. Namun, tanpa disangka, bulan purnama Putri Mia menari, ia perlahan mulai menghilang hingga tersisa hanya sepatu ajaibnya yang terlihat menari. Semua tamu di aula mulai berteriak ketakutan dan melarikan diri."Mengapa sepatu ini bergerak sendiri?!" kata tamu yang terkejut Mia kemudian membuka matanya ketika semua orang berteriak. Tetapi dia tidak bisa mengerti apa yang terjadi. Ia pun berjalan dan berhenti di depan cermin besar di ruang tamu. Putri Mia tidak bisa melihat dirinya, hanya sepatu merahnya yang tampak di cermin!"Mengapa aku jadi tidak terlihat?" kata Putri Mia sambil berlari ke arah jendela dan melihat adanya bulan purnama."Aku tidak mengikuti aturan sepatu, sekarang mereka menempel di kakiku! Aku harus menemukan pembuat sepatu!" kata Putri Mia yang Putri Mia dan kedua kakaknya bertemu dengan pembuat sepatu di Tales and Stories for KidsNamun sayangnya, tak ada yang bisa mendengar suara Putri Mia. Karena semua orang sibuk meninggalkan istana dengan panik, karena sepatu merah yang terlihat bergerak ke kiri dan ke aula, Putri Mia langsung berlari keluar aula. Kedua kakaknya yang melihat ke mana sepatu itu bergerak, mengikutinya ke luar aula. Hingga akhirnya ketiga putri itu sampai di hutan yang penuh kegelapan tiba di dekat rumah kayu, mereka melihat pria pembuat sepatu yang menari dengan baik."Hmm sepatunya mirip seperti sepatu mia, ditambah tasnya penuh sepatu" kata salah satu perempuan mia bertanya kepada pembuat sepatu untuk meminta bantuan. Namun pembuat sepatu itu mengatakan bahwa Putri Mia harus menunggu sampai bulan purnama berikutnya untuk memecahkan mantra mia yang mendengarnya menjadi sangat marah dan mulai menghentakkan kakinya ke tanah tanpa Pembuat sepatu itu akhirnya membantu Putri Mia untuk mematahkan mantra Tales and Stories for KidsPembuat sepatu itu pun menjadi gusar saat melihat sepatu buatannya diinjak-injak ke tanah dengan kasar."Baiklah baiklah, ada satu solusi lagi. Tetapi jika saya melakukan itu, sepatumu akan kehilangan sihir dan menjadi sepatu biasa. Jika tuan putri setuju, hentakkan sepatumu tiga Mia berpikir bahwa lebih baik untuk kehilangan kemampuan, daripada tidak terlihat sama sekali. Ia pun kemudian menghentakkan kakinya sampai tiga kali. Saat itu juga, pembuat sepatu kemudian mengambil toples di dalam tasnya."Saya akan menaburkan debu bulan purnama ini di kakimu, dan mematahkan mantranya." kata pembuat sepatu sambil menaburkan debu-debu bulan Putri Mia akhirnya terlepas dari mantra sepatu ajaib dan hidup bahagia bersama Tales and Stories for KidsKetika pembuat sepatu menaburkan debu bulan purnama di sepatu ajaib, tubuh Putri Mia muncul kembali. Kedua saudaranya segera memeluknya."Mia kamu tidak membutuhkan mantra atau sihir untuk menari dengan anggun, karena setiap orang harus menari dengan bahagia dan menjadi diri sendiri" kata kedua kakaknya."Iya kak, kamu benar. Terima kasih pembuat sepatu, terima kasih kak, terima kasih hari itu si Bungsu, Putri Mia, menari dengan caranya sendiri seperti yang selalu dia inginkan. Ia pun bahagia karena bagaimana pun juga, sang Papa dan kakak-kakaknya, akan terus disampingnya dan bahagia bersama itulah dongeng anak yang berjudul Putri Mia dan sepatu merah ajaib. Dari kisah ini, Mama dapat mengajarkan anak bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahannya juga tak perlu mengikuti gaya orang lain untuk diterima di lingkungannya. Sebab dengan menjadi diri sendiri dan percaya diri, anak dapat membuat gayanya sendiri yang khas dan jugaDongeng Anak Putri Cantik dan Pangeran Buruk RupaDongeng Anak Putri Duyung dan Kutukan Sihir JahatDongeng Anak Putri Rapunzel yang Berambut Panjang
Sebuah dongeng dari >>Diterjemahkan dari cerita yang ditulis HANS CHRISTIAN ANDERSEN berjudul THE RED SHOES PS Baru kali ini coba menerjemahkan cerita, mungkin masih sangat banyak kekurangan. Dan untuk beberapa kalimat memang tidak terlalu sama dengan aslinya, karena sengaja saya sesuaikan pemilihan katanya atau ada beberapa potong frase yang saya modifikasi, supaya lebih mudah dipahami dalam versi bahasa Indonesia, dengan tanpa mengubah alur dan isi cerita. Semoga berkenan membacanya, terima kasih. ^_^ Hiduplah seorang gadis kecil yang sangat cantik dan manis, di setiap musim panas ia terpaksa harus berlari dengan kaki telanjang, dia sangat miskin. Dan di setiap musim dingin ia mengenakan sepatu kayu yang kebesaran. Punggung telapak kakinya yang mungil memerah, itu tampak menyedihkan. Di tengah desa ada seorang wanita tua pembuat sepatu, ia duduk sambil menjahit sepatu, seindah yang ia bisa. Ia membuat sepasang sepatu kecil yang terbuat dari potongan kain berwarna merah. Sepasang sepatu itu tidak terlalu cantik, namun ia menjahitnya dengan sepenuh hati. Sepasang sepatu yang akan diberikan kepada gadis kecilnya. Gadis kecil itu bernama Karen. ** Pada hari di mana ibunya dimakamkan, Karen mengenakan sepasang sepatu berwarna merah untuk pertama kalinya. Sepasang sepatu berwarna merah mungkin tak pantas digunakan pada suasana berkabung namun ia tak punya pilihan lain. Tanpa mengenakan kaus kaki ia berjalan mengikuti iringan peti mati yang terbuat dari anyaman jerami. Dalam perjalanan seusai pemakaman itu, sebuah kereta yang megah melaju dan seorang wanita tua duduk di dalamnya. Sang Ratu memandangi si gadis kecil dan nalurinya merasa kasihan lalu ia bicara pada kusirnya, “Berhenti di sini, dan bawa gadis kecil itu ke sini. Aku ingin mengajaknya tinggal denganku.” Karen percaya semua yang terjadi pada dirinya berkat sepatu merahnya. Sayangnya, Sang Ratu merasa sepasang sepatu itu sangat buruk dan Sang Ratu tak menyukainya, lalu ia membakarnya. Karen diberikan pakaian-pakaian bersih dan cantik, ia juga belajar membaca dan menjahit. Orang-orang di kerajaan menyukai gadis kecil yang manis ini, sebuah cermin pun mengatakan. “Kau lebih indah, kau lebih cantik dari apa pun yang kulihat.” Namun Karen tetap merindukan sepatunya. Suatu hari Sang Ratu pergi dengan kereta kudanya ke suatu tempat. Ia kembali bersama seorang anak gadis yang sebaya dengan Karen. Anak gadis itu adalah seorang putri, yang tinggal di kerajaan lain. Ketika ia sampai seluruh penghuni kerajaan menghambur memenuhi kastil untuk memberi penghormatan, Karen juga berada di sana. Sang putri berdiri di jendela mengenakan gaun putih yang lembut, ia menatap ke luar dengan mata mungilnya. Ia sedang tidak berdiri di kereta yang megah ataupun mengenakan mahkota emas, namun ia mengenakan sepasang sepatu mewah yang terbuat dari kulit domba. Sepasang sepatu itu tampak lebih cantik dari sepatu Karen yang dibuat Wanita Tua Pembuat Sepatu. Tetapi bagi Karen di dunia ini tak ada yang bisa dibandingkan dengan keindahan sepatu merahnya. ** Karen tiba pada saat pembaptisan. Ia mendapat pakaian baru dan sepatu baru. Karen datang ke rumah seorang pembuat sepatu bangsawan di kota, mengukur kaki mungilnya untuk dijahitkan sebuah sepatu baru. Dinding ruangan rumah si pembuat sepatu dihiasi dengan cermin-cermin besar, dan rak sepatu memajang sepatu-sepatu cantik dan mewah. Semua terlihat menarik. Namun seiring usianya Sang Ratu tak lagi bisa melihat dengan jelas, ia sudah rabun, keindahan corak dan warna sepatu-sepatu itu pun luput dari penglihatannya. Di antara deretan sepatu di dalam rak terdapat sepasang sepatu berwarna merah, coraknya seperti sepatu milik Sang Putri tapi sepatu itu tampak sudah usang. Betapa cantiknya sepasang sepatu itu! Si pembuat sepatu juga bilang kalau sepasang sepatu itu dibuat untuk seorang anak bangsawan, namun tidak pernah ada yang memakainya. Lagi-lagi Karen teringat dengan sepasang sepatu merahnya. “Sepasang sepatu itu pasti terbuat dari kulit terbaik!” ujar Sang Ratu. “Sepasang sepatu itu tampak bersinar!” tambahnya lagi. “Ya, sepasang sepatu itu bersinar!” Ujar Karen, dan ia mencoba mengenakannya, dan membelinya. Sang Ratu tak mengetahui apa pun tentang warna sepatunya yang merah, jika saja ia tahu pasti ia takkan mengizinkan Karen untuk membawa sepatu merah itu bersamanya. Semua orang memandang pada kaki-kaki mungil Karen yang berbalut sepatu merah, dan ketika ia melangkah di altar gereja, ia merasa seperti sedang melewati sebuah area pemakaman. Sunyi. Tampak seorang pendeta beserta istrinya yang mengenakan kain ruff kaku di lehernya dan gaun panjang berwarna hitam, mata mereka terpaku pada sepasang sepatu merah Karen. Ketika tangan pendeta itu berada di atas kepalanya, dan membacakan kalimat-kalimat pembaptisan, berupa perjanjian pada Tuhan dan mengenai kewajibannya sebagai seorang Kristiani dewasa. Terdengar kumandang suara organ yang khidmat dan suara anak-anak kecil yang manis mengalunkan lagu-lagu. Tapi pikiran Karen hanya terpusat pada sepatu merahnya. Di suatu sore Sang Ratu mendengar dari seseorang bahwa sepatu yang dikenakan Karen pada acara pembaptisan adalah berwarna merah. Sang Ratu murka karena kejadian itu, dia nyaris tak mempercayai bahwa hal itu bisa terjadi. Akhirnya Sang Ratu memerintahkan Karen untuk tidak lagi mengenakan sepatu merahnya, dan Karen hanya boleh mengenakan sepatu berwarna hitam ketika ke gereja, hingga kapan pun bahkan setelah ia menjadi tua sekalipun! ** Minggu selanjutnya pada sebuah sakramen, Karen bimbang, ia memandang sepasang sepatu hitam dan merah bergantian. Dan ia memilih untuk tetap mengenakan sepasang sepatu berwarna merah. Matahari bersinar sangat cerah, Karen dan Sang Ratu berjalan bersama sepanjang jalan yang berdebu dan ditumbuhi tanaman jagung. Di depan gerbang gereja berdiri seorang prajurit tua yang membawa tongkat, berjenggot panjang yang sudah bercampur uban. Si prajurit tua membungkuk dan menundukkan kepalanya ke arah tanah, ia bertanya pada Sang Ratu apakah mungkin ada debu di sepatu Karen. Dan Karen mengulurkan kaki mungilnya. “Oh lihatnya, betapa cantiknya sepasang sepatu dansa ini!” Ujar si prajurit tua. “Kau pasti terlihat cantik ketika menari.” sang prajurit menyentuh ujung sepatu Karen. Namun Sang Ratu tampak tak senang, lalu memberi sedikit uang sedekah kepada prajurit tua itu agar tidak mengganggu lagi. Lalu Sang Ratu dan Karen melanjutkan langkahnya memasuki gereja. Semua orang di Gereja melihat ke arah sepatu merah yang Karen kenakan. Karen berlutut di depan altar, ia menautkan jemari-jemari di dekat mulutnya. Namun dalam kepala Karen tak ada hal lain selain sepasang sepatu merahnya yang terus berputar di dalam pikirannya. Hingga ia lupa menyanyikan puji-pujian, dan ia lupa untuk berdoa, “Kepada Bapak di Surga…” Kini semua orang meninggalkan gereja dan Sang Ratu masuk ke dalam kereta megahnya. Karen mengangkat kakinya untuk kemudian ikut masuk ke dalam kereta. Seketika itu seorang prajurit tua berkata, “Oh, lihatlah betapa cantiknya sepasang sepatu dansa ini!” Karen tak bisa menari, namun ketika ia memulai menggerakan satu-dua kaki-kakinya untuk menari, itu tak bisa dihentikan, kaki dan seluruh tubuhnya menari dengan indah. Seolah ada keajaiban di balik sepatunya. Karen menari di sisi jalan dekat gereja, ia tidak bisa berhenti! Kusir kereta terpaksa keluar dan berlari mengejarnya, lalu menangkap Karen untuk menghentikannya yang terus menari. Kusir kereta itu menggendong Karen untuk masuk ke kereta, namun kakinya tetap menari dengan gemulai, hingga kakinya menginjak kaki Sang Ratu. Karen melepaskan sepatunya, barulah ia bisa duduk di kursi kereta dengan tenang. Sepasang sepatu merah ajaib itu disimpan di dalam lemari yang terkunci dalam kamarnya, namun Karen tak bisa menahan diri untuk tidak melihat sepasang sepatu itu. ** Kini Sang Ratu jatuh sakit, dan kemungkinan ia takkan bisa pulih seperti sediakala. Ia harus dirawat, ia hanya berbaring di kamarnya, tidak ada yang lebih ia inginkan untuk merawatnya selain Karen. Ada sebuah pesta dansa di kota, dan Karen diundang untuk menghadirinya. Ia menghawatirkan Sang Ratu yang kemungkinan tak lagi bisa pulih, namun ia teringat kepada sepasang sepatu merahnya. Dia berpikir akan sangat berdosa jika meninggalkan Sang Ratu sekarang. Di sela rasa bimbangnya, Karen mengambil sepatunya. Meski bagaimana pun ia sangat ingin menghadiri pesta dansa itu dan menari di sana sambil mengenakan sepatu merah. Pada acara pesta dansa di kota, Karen mulai menari. Namun ketika ia akan menari ke arah kanan, sepatu itu malah bergerak ke kiri, dan ketika ia ingin menari sambil menaiki tangga di ruangan itu, sepatu itu malah membuatnya menari menuruni tangga, ke arah luar, ke jalan, keluar dari gerbang kota. Dia menari dan terpaksa menari mengikuti sepatunya hingga ke dalam hutan yang suram. Kemudian, tiba-tiba ada yang tampak bersinar di antara pepohonan, ia sedikit tenang ketika melihat rembulan. Tetapi dari balik pepohonan tampak sebuah wajah, seorang prajurit tua berjenggot merah, ia duduk di sana, menundukan kepalanya, dan ia berkata, “Oh, lihatlah betapa cantiknya sepasang sepatu dansa ini!” Karen ketakutan, ia ingin melepaskan dan melemparkan sepatu merahnya, namun sepasang sepatu itu melekat kuat di kakinya. Ia menarik kuat-kuat kaus kakinya, namun sepatu itu tetap melekat, seperti menjadi satu dengan kakinya. Ia menari dengan terpaksa, terus menari, hingga ke ladang dan padang rumput, ketika langit menurunkan hujan atau pun ketika matahari bersinar, sejak malam hingga pagi hari. Hingga datang suatu malam yang terasa sangat menakutkan. Dia menari terus, hingga sampai di sebuah gereja. Ia berpikir tentang orang mati yang tidak perlu menari, mereka pasti mempunyai sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan daripada menari. Ia berharap mendapat sebuah tempat yang damai seperti di pemakaman orang-orang miskin, di mana ditumbuhi bunga-bunga tansy. Namun bagi Karen sekarang tidaklah ada tempat damai dan waktu yang tenang. Ketika ia menari menuju ke arah pintu gereja yang terbuka, ia melihat seorang malaikat berdiri di sana. Sang malaikat mengenakan pakaian jubah putih, sepasang sayap di bahunya sangat lebar dan besar hingga menyentuh bumi, malaikat itu memiliki wajah yang sungguh menyeramkan, dan di salah satu tangannya memegang sebuah pedang yang berkilauan. “Teruslah kau menari!” ucap malaikat itu. “Menari dengan sepasang sepatu merahmu hingga wajahmu menjadi pucat dan beku!” Hingga kulitmu mengerut dan tinggal kerangka! Menarilah engkau dari satu pintu ke pintu lainnya, ke tempat anak-anak keras kepala itu tinggal. Ketukkan sepatumu keras-keras dalam tarianmu, mungkin mereka akan mendengar suaramu yang gemetar! Teruslah kau menari!” “Tolonglah aku!” Karen menangis. Namun ia tak mendengar sang malaikat menjawab apa pun. Sepatu itu masih menari membawa Karen ke arah luar pintu gereja, terus ke ladang, melewati jalan dan jembatan, dan dia tetap harus menari. ** Di suatu pagi ia menari melewati sebuah pintu yang sangat ia kenal. Dalam ruangan di balik pintu itu terdengar lagu puji-pujian, sebuah peti mati terhias bunga. Ketika Karen menatap wajah yang berada dalam peti mati, ia kini tahu bahwa Sang Ratu telah tiada. Karen merasa tak lagi memiliki siapa pun, semua orang yang ia punya meninggalkannya, dan dia telah dikutuk oleh Tuhan dan malaikat. Ia menari, terus menari, dipaksa untuk tetap menari sepanjang malam yang suram. Sepatu itu memaksanya menari di atas tumpukan batu, kulitnya tergores batu dan berdarah. Dia menari melewati padang rumput hingga tiba di sebuah rumah mungil. Di sana, ia tahu, ada seorang algojo yang siap membunuh siapa pun. Karen mengetuk jendela rumah itu dengan jari-jarinya, sambil berkata, “Kelurlah! Keluarlah! Aku tak bisa masuk ke rumahmu, sepasang sepatu di kakiku memaksaku untuk terus menari!” Dan sang algojo itu bicara, “Tidakkah kau mengetahui siapa diriku? Aku suka memukul kepala orang-orang jahat, dan sekarang aku mendengar kapakku mendesis!” “Jangan pukul kepalaku!” ucap Karen, “Jika begitu aku tak bisa bertobat dari dosa-dosaku! Namun pukul di kakiku yang mengenakan sepatu merah ini!” Karen mengakui seluruh dosa-dosanya, dan sang algojo memukul di bagian kakinya yang mengenakan sepatu merah. Sepatu itu bergerak sambil masih menari, menjauhi kaki mungil Karen, menjauh, sepatu itu menari ke arah ladang dan masuk ke dalam hutan. Laki-laki algojo itu membuat sebuah sepatu kayu untuk Karen, dan sebuah tongkat penopang. Karena ia agak kesulitan berjalan akibat kakinya yang terkena pukulan. Laki-laki itu juga menyanyikan sebuah lagu doa untuk kebaikannya. Karen mencium tangan sang laki-laki yang tadi digunakan untuk memegang kapak, ia pergi, kembali ke padang rumput. “Kini, aku sudah cukup menderita karena sepasang sepatu merah itu!” Ucap Karen. “Kini aku akan pergi ke gereja mungkin masih ada seseorang yang peduli padaku.” Karen bergegas menuju gereja, namun ketika ia sudah berada di dekat pintu gereja, ia melihat sepasang sepatu merah itu menari di depannya. Ia ketakutan dan berjalan ke arah berlawanan. Sepanjang minggu Karen tak pernah merasa bahagia, ia hanya terus-terusan mengeluarkan air mata pahit. Tetapi ketika hari Minggu tiba, ia berkata, “Baiklah, sekarang aku sudah cukup menderita dan berusaha keras! Aku sangat yakin, aku sudah layak berada di gereja seperti orang-orang yang lainnya, dan mendapatkan ketenangan kembali.” Dengan penuh semangat ia pun berangkat, tapi ia tak bisa lebih dekat ke arah pintu gereja karena ia melihat sepasang sepatu merah itu menari-nari di sana. Ia sangat ketakutan, ia berbalik, dan merintih menyesali dosa-dosanya dalam hati. Ia mendatangi seorang pendeta, dan memohon sebuah perlindungan. Ia berjanji akan menjadi anak yang rajin, melakukan apa pun semampunya, ia takkan meminta upah. Ia hanya ingin tinggal bersama pendeta itu di rumahnya, bersama orang-orang baik, untuk mendapat kedamaian. Istri sang pendeta tampak tak tega, dan menyetujui supaya Karen tinggal bersamanya. Istri sang pendeta sangat murah hati dan bijaksana. Karen duduk dan mendengarkan ketika sang pendeta membacakan Al-Kitab di suatu malam. Setelahnya, anak-anak pendeta tersebut berbincang-bincang dengan Karen. Ketika mereka berbicara tentang pakaian, budi pekerti, dan kecantikan, mereka membuat kepala Karen terasa sakit. Ia teringat masa-masa ketika masih bahagia tinggal bersama Sang Ratu. ** Pada hari minggu berikutnya, ketika keluarga sang pendeta pergi ke gereja, mereka bertanya apakah Karen tidak akan ikut pergi ke gereja bersama mereka. Karen hanya dapat memandang wajah sang pendeta dan keluarganya dengan sedih, air mata mengalir dari matanya, dan menetes mengenai tongkat yang menopang tubuhnya. Keluarga sang pendeta pergi ke gereja, Karen tetap tinggal di kamar kecilnya. Di kamar itu hanya ada sebuah tempat tidur dan sebuah kursi. Karen duduk sambil memegang buku doa, membacanya dengan khusuk, angin yang lembut berhembus menuju rongga hatinya, ia merasa tersentuh dan air mata membasahi wajahnya, ia berkata, “Tuhan… maafkan aku!” Esok harinya, saat matahari bersinar begitu cerah. Tepat di hadapan Karen, berdiri malaikat dengan jubah putih, sama dengan yang ia lihat malam itu di pintu gereja. Namun kini malaikat itu tak membawa pedangnya. Kini di tangannya hanya terdapat tangkai-tangkai hijau harum dan mawar-mawar yang merekah. Sang malaikat menyentuh langit-langit kamar Karen dengan tangkai-tangkai hijau harum dan mawar-mawarnya. Dan di mana pun ia menyapukan tangkai-tangkai hijau harum dan mawar-mawarnya di sana akan tampak bersinar keemasan seperti ditaburi bintang-bintang. Lalu malaikat itu menyentuh dinding-dinding kamar yang kemudian menjadi tampak sangat luas. Ajaib, Karen dapat melihat organ-organ yang berdenting, merasakan alunan suaranya, ia melihat lukisan-lukisan tua para pendeta dan istrinya terpajang di dinding, para jemaah gereja duduk di kursi yang nyaman, dan menyanyikan pujian-pujian dan doa-doa dari buku doa. Gereja itu telah didatangi seorang gadis miskin yang berasal dari sebuah kamar sempit, dirinya sendiri. Gadis miskin itu duduk dengan keluarga pendeta, dan ketika mereka selesai menyanyikan lagu-lagu doa dan pujian mereka menoleh, dan mereka berkata sambil mengangguk, “Kau benar-benar datang ke sini, Nak!” “Ini adalah kasih sayang Tuhan!” kata Karen. Alunan organ berdenting merdu, suara paduan suara anak-anak terdengar lembut dan manis. Sinar matahari mengalir begitu cerah dan hangat melalui jendela hingga jatuh ke bangku gereja yang diduduki Karen. Hatinya dipenuhi kehangatan sinar mentari, kedamaian dan sukacita yang membuncah. Jiwanya terbang bersama matahari berserah pada Tuhan, dan tidak ada lagi yang membicarakan soal sepasang sepatu merah. – selesai – ilustrasi
Choose a language Dahulu kala ada seorang gadis yang sangat miskin yang selalu berjalan dengan kaki telanjang. Pada hari ibunya meninggal, Karen, begitulah namanya, diberi sepasang sepatu merah oleh Ny. Shoemaker. Sepatu kecil itu terbuat dari kain, tapi itu adalah sepatu terindah yang pernah dimiliki Karen. Saat Karen berjalan di belakang peti mati ibunya dengan sepatu merahnya, sebuah kereta yang luar biasa lewat. Wanita tua kaya didalam kereta melihat Karen berjalan dan mengasihaninya. “Datang dan tinggallah bersamaku, gadis manis,” katanya. Dan begitulah yang terjadi. Karen datang untuk tinggal bersama wanita tua itu dan diberi pakaian baru yang indah. Sepatu merah itu dibuang karena wanita tua itu menganggapnya mengerikan. Karen menyesal tentang itu, tetapi jauh lebih bahagia daripada sebelumnya. Suatu hari ratu datang ke kota dengan putri kecil. Semua orang datang untuk melihat sang putri. Karen juga ingin melihat gadis kecil itu sekilas. Ketika dia melihat sang putri berdiri di sana, dia melihat gadis kecil itu mengenakan sepatu merah yang indah. Sepatu putri jauh lebih cantik daripada sepatu merah yang dulu dimiliki Karen. Dia sedikit iri Kalau saja aku punya sepatu seperti itu sendiri,’ pikirnya. Beberapa tahun kemudian Karen cukup umur untuk diterima di gereja. Dia menerima pakaian baru khusus untuk tujuan ini. Wanita tua itu juga mengijinkannya membuat sepatu baru. Ditempat pembuat sepatu, Karen segera melihat sepatu merah yang indah, persis seperti yang dipakai sang putri bertahun-tahun yang lalu. Karen langsung tahu bahwa dia ingin sekali sepatu ini. Wanita tua itu tidak akan pernah menyetujuinya, tetapi karena dia tidak bisa lagi melihat dengan baik, Karen tetap memutuskan untuk membeli sepatu itu. Keesokan harinya, Karen berjalan melewati gereja dengan sepatu barunya. Tidak ada yang bisa mengalihkan pandangan dari sepatu kulit yang jelas mencolok itu. Tentunya ini bukan sepatu yang kamu pakai di gereja! Sementara itu, Karen tidak bisa memikirkan hal lain. Akibatnya, dia nyaris tidak mendengar apa yang dikatakan pendeta dan melewatkan kebaktian penting. Dia bahkan lupa berdoa. Ketika Karen keluar dari gereja dengan wanita tua itu setelah kebaktian selesai, ada seorang tentara tua berdiri di pintu. Prajurit itu melihat sepatu Karen dan berkata, “Itu sepatu untuk menari, bukan untuk ke gereja. Dia mengetuk sol sepatu. Tetap mantap saat menari’. Karen mendadak mendapat perasaan yang tak tertahankan bahwa dia harus menari. Dengan hati-hati dia melakukan satu langkah tarian dan tiba-tiba tidak bisa berhenti menari. Dia dimasukkan kedalam kereta wanita oleh para pengawas, tetapi disanapun dia tidak berhenti menari. Dia bahkan menendang wanita tua itu! Untungnya, mereka kemudian melepaskan sepatu merah dari kakinya dan kakinya menjadi tenang. Di rumah, sepatu itu langsung masuk ke lemari, tetapi Karen tidak bisa melupakan sepatu itu. Beberapa waktu kemudian, wanita tua itu jatuh sakit. Karen merawatnya sebaik mungkin, sampai suatu hari dia mendengar bahwa akan ada pesta besar malam itu. Karen memakai sepatu merahnya dan meninggalkan wanita tua itu sendirian. Tapi begitu Karen membuat satu langkah dansa, sepatu itu mengambil kendali lagi. Karen tidak bisa menahan diri untuk tidak menari. Sepatu itu membawanya jauh ke dalam hutan yang gelap. Saat itu, Karen ketakutan dan sedih. Dia mencoba melepas sepatu kecil itu, tetapi sepatu itu benar-benar tersangkut di kakinya. Dia menyesali keputusannya untuk meninggalkan wanita tua itu sendirian dan merasa sangat bersalah. Karen menari siang dan malam, melintasi ladang dan jalan, dan terkadang melintasi kota. Belum pernah sebelumnya dia merasa begitu sendirian. Suatu hari Karen menari melewati rumah algojo. “Tolong aku!” dia memanggilnya. Dan dia melakukannya. Dia memotong sepatu dari kaki Karen dan membuat kaki kayu baru yang indah untuknya. Sementara itu, sepatu terus menari, menuju cakrawala. Karen dengan cepat kembali ke kota, di mana dia menjalani kehidupan yang baik dan tenang. Dan dia tidak pernah lagi mencari pakaian cantik. Downloads Ebook PDF – Unduh dan Cetak
"Sepatu Merah" Denmark De røde sko adalah sebuah dongeng sastra karya penyair dan pengarang Denmark Hans Christian Andersen yang mula-mula diterbitkan oleh Reitzel di Copenhagen pada 7 April 1845 dalam New Fairy Tales. First Volume. Third Collection. 1845. Nye Eventyr. Første Bind. Tredie Samling. 1845.. Cerita-cerita lain dalam volume tersebut meliputi "The Elf Mound" Elverhøi, "The Jumpers" Springfyrene, "The Shepherdess and the Chimney Sweep" Hyrdinden og Skorstensfejeren, dan "Holger Danske" Holger Danske.[1] The Red Shoes Ilustrasi karya Vilhelm PedersenPengarangHans Christian AndersenJudul asliDe røde skoNegaraDenmarkBahasaDenmarkGenreDongeng sastraPenerbitC. A. ReitzelTanggal terbit7 April 1845Jenis mediaCetak
Cerita dan ilustrasi dibuat oleh Kuananta EstellaWarnanya merah muda. Di bagian depannya terdapat hiasan berupa pita kecil. Sepatu itu dipajang di etalase. Kenga menyukai sepatu itu sejak pertama kali melihatnya. “Bentuknya sederhana, tetapi terlihat sangat cantik,” pikir Kenga. Kenga adalah seekor kanguru kecil yang ceria. Kenga tinggal bersama Kak Kiki, Ibu, dan ayahnya di kota Austeria. Saat itu, Kenga sedang berbelanja pakaian bersama Kak Kiki, ketika dia melihat sepatu merah muda di sebuah toko. Setelah berhasil membujuk kakaknya, Kenga diizinkan masuk ke toko tersebut untuk melihat-lihat sepatu. Sepatu-sepatu di toko itu dikelompokkan sesuai modelnya, lalu diberi tanda harga dan diskon. Ada yang harganya Rp. diskon tiga puluh persen. Lalu, ada juga yang seharga Rp. diskon lima puluh persen. “Tiga puluh perseratus dikali seratus lima puluh ribu sama dengan empat puluh lima ribu,” gumam Kenga sambil memperhatikan papan-papan harga yang dia lewati. Kak Kiki yang mengajarinya metode ini. Dulu Kenga sulit memahami persentase, tetapi setelah terbiasa menghitung harga beserta diskonnya, dia dapat menghitung hasilnya dengan cepat. Bahkan setelah berhasil, dia tidak dapat menghentikan kebiasaannya menghitung harga-harga produk yang didiskon. “Selamat datang, mau mencari sepatu dengan model apa?” tanya Bu Lala Koala, pemilik toko tersebut. “Saya mau mencoba sepatu yang dipajang di etalase,” jawab Kenga dengan sopan. Sepatu itu terasa pas dan cocok di kaki Kenga. Sangat nyaman waktu dicoba untuk melompat. Tapi ternyata, harga sepatu itu sangat mahal. “Harganya Rp. dengan diskon dua puluh persen. Apakah kamu tetap ingin membelinya?” tanya Kak Kiki kepada Kenga yang sedang mengagumi sepatu itu. “Dua puluh perseratus dikali dua ratus sembilan puluh ribu sama dengan lima puluh delapan ribu. Jadi, yang harus aku bayar dua ratus sembilan puluh ribu dikurangi lima puluh delapan ribu ya, Kak?” Kenga berkata pada kakaknya sambil tetap menghitung. “Betul, Kenga. Hasilnya Rp. sahut Kak Kiki. “Mmm… sepertinya aku harus menabung dulu, semoga kalau uangnya sudah cukup, sepatunya belum terjual,” kata Kenga kepada kakaknya. Kenga keluar dari toko sepatu dengan kecewa. Sesampainya di rumah dia tidak bisa berhenti berpikir, bagaimana dia bisa mendapatkan uang sebesar Rp. Akhirnya, karena tidak mendapatkan ide, Kenga bertanya kepada kakaknya. Kira-kira apa yang akan dilakukan Kenga untuk mendapatkan uang sebanyak itu demi membeli sepatu merah muda? Apakah akhirnya dia bisa memilikinya? ***BERSAMBUNG, DONG… Cerita di atas adalah salah satu dongeng yang ditulis anak saya, Estella. Bersama kawan-kawannya di komunitas menulis yang dimentori Kak Wulan Mulya Pratiwi dan Bubu Dian Nofitasari, terbitlah buku antologi dongeng matematika ini. Isinya hitung-hitungan, gitu? Males, ah! Eits, jangan salah! Namanya juga dongeng. Pasti isinya cerita-cerita yang seru dan penuh imajinasi. Tapi, dongeng yang ini mengandung tema matematika, yang tentu saja dikisahkan dengan menarik. Jadi nggak berasa, nih, sambil asyik baca dongeng, tau-tau ngerti tentang persentase, tentang pecahan, bangun ruang, sudut, dan banyak tema lainnya. Kayak begini nih, kavernya. Lucu kan, belum lagi isinya. Ada 33 cerita dengan 18 tema, yang ditulis oleh 33 anak. Tema yang dipilih kira-kira cocok untuk usia SD, bisa dari kelas satu sampai kelas enam. Tapi, karena bentuknya dongeng, materi yang biasanya diterima anak besar, bisa juga dong dinikmati anak kecil. 😍 Nah, ini sudah pre order yang kedua kalinya. Yuk, yang berminat seru-seruan baca dongeng sambil belajar matematika, bisa DM ke fb Octa Berlina Mahendrata atau IG octaberlinaocta atau fb Pustaka Gesang atau IG pustakagesang. Ditunggu sampai tanggal 14 Januari aja… Semangat belajar matematika.. ^^
cerita tentang sepatu merah